Hadis Tentang Seorang Laki - Laki Boleh Melihat Perempuan Yang Akan Dinikahi (Hadis Riwayat Abu Dawud Nomor 2.082)

Syarah Hadis Pilihan

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ زِيَادٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ دَاوُدَ بْنِ حُصَيْنٍ، عَنْ وَاقِدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ يَعْنِي ابْنَ سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «‌إِذَا ‌خَطَبَ ‌أَحَدُكُمُ ‌الْمَرْأَةَ، ‌فَإِنِ ‌اسْتَطَاعَ ‌أَنْ ‌يَنْظُرَ ‌إِلَى ‌مَا ‌يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ»، قَالَ: فَخَطَبْتُ جَارِيَةً فَكُنْتُ أَتَخَبَّأُ لَهَا حَتَّى رَأَيْتُ مِنْهَا مَا دَعَانِي إِلَى نِكَاحِهَا وَتَزَوُّجِهَا فَتَزَوَّجْتُهَا. [1]

“Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid bin Ziyad, Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ishaq, dari Dawud bin Hushain, dari Waqid bin Abdurrahman yakni Ibnu Saad bin Muadz, dari Jabir bin Abdullah, berkata : Rasulullah saw. bersabda : “Apabila salah seorang diantara kalian meminang seorang perempuan, maka jika mampu melihat apa yang membuat kalian tertarik untuk menikahinya, maka lakukanlah.” (Jabir bin Abdullah) Berkata : Maka aku meminang seorang perempuan, ada padaku (melihatnya) secara sembunyi – sembunyi, sampai aku melihat darinya sesuatu yang membuatku tertarik untuk menikahinya, maka aku menikahinya.” (HR. Abu Dawud nomor 2.082)

Hadis diatas menjadi dalil/petunjuk diperbolehkannya seorang laki – laki melihat perempuan yang akan dinikahinya. Begitu juga sebaliknya seorang perempuan boleh melihat laki – laki yang akan menikahinya. Hal tersebut dikarenakan pernikahan adalah ibadah dan komitmen yang akan dijalani bersama bahkan mungkin dalam waktu seumur hidup. Dalam pernikahan akan dibangun suatu bahtera rumah tangga yang harus mengarungi segala macam kesulitan dan tantangan kehidupan. Sehingga sangat penting sebelum menikah kedua belah pihak mengetahui satu sama lain.

Adapun ketentuan seorang laki – laki boleh melihat seorang perempuan yang akan dinikahinya adalah :

1. Mayoritas ulama berpendapat seorang laki - laki hanya boleh melihat wajah dan kedua telapak tangan perempuan yang akan dinikahinya. [2] Dan tidak boleh melihatnya dengan niat dan keinginan yang tidak senonoh serta tidak boleh melihat auratnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Imam Syafi'i, Imam Ahmad bin Hanbal dan Sufyan Ats - Tsauri. [3]

2. Sebagian ulama lain berpendapat, boleh melihat wajah, kedua telapak tangan dan kedua kaki. Melihat anggota badan tersebut dinilai cukup, karena jika lebih dari itu bisa menimbulkan kerusakan dan maksiat yang pada umumnya diduga maslahat.[4]

3. Waktu diperbolehkan melihat seorang perempuan yang akan dinikahi adalah ketika seorang laki – laki memiliki keinginan kuat untuk menikah dan memiliki kemampuan baik secara fisik, materi dan mental.

4. Perempuan yang dilihat dan akan dinikahi bukan istri orang lain.

5. Seorang perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki – laki. Dimana ia boleh melihat laki – laki yang ingin menikahinya.

Dalam islam, pandangan perempuan terhadap laki – laki sangatlah penting. Karena setelah menikah seorang perempuan terikat dan tidak memiliki hak talak seperti seorang laki – laki. Oleh sebab itu, seyogianya seorang perempuan harus lebih berhati – hati memilih seorang laki – laki yang datang dengan maksud menikahinya. Wallahua'lam.

Penulis : Mushpih Kawakibil Hijaj, Mahasiswa Ilmu Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Referensi :
[1] Abu Dawud Sulaiman bin Asyats As-Sijistani, Sunan Abi Dawud, (Beirut : Al – Maktabah Al – Ashriyah, t.th.), juz II, h. 228. Tanggal publikasi di Maktabah Syamilah yaitu 8 Dzulhijjah 1431 H.
[2] Khalil Ahmad As - Saharanfuri, Badzlul Majhud Fi Halli Sunan Abi Dawud, (Al - Hind/India : Markaz Asy - Syaikh Abi Al - Hasan An - Nadwi, 1427 H), juz VII, h. 653. Tanggal publikasi di Maktabah Syamilah yaitu 1 Rabiul Akhir 1440 H.
[3] Abu Sulaiman Hamd bin Muhammad Al - Khattabi, Ma'alimu As - Sunan (Syarah Sunan Abi Dawud), (t.tp.: t.p., 1351 H), juz III, h. 196. Tanggal publikasi di Maktabah Syamilah yaitu 8 Dzulhijjah 1431 H.
[4] Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Dr. Abdul Wahhab Sayeed Hawwas, Al – Usrah wa Ahkamuha Fi At – Tasyri Al – Islami, Terjemah oleh Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., Fiqh Munakahat : Khitbah, Nikah dan Talak, (Jakarta : Amzah, 2011), h. 13.

 

Share: